Kamis, 04 Juni 2009

Ibu Ayah Aku Ingin Meraih Surga

oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa
shohbihi ajma’in.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya,
“Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang
mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari
keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.”(HR.
Muslim)
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung
pada murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai
pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Jasa Orang Tua Begitu Besar
Sungguh, jasa orang tua apalagi seorang ibu begitu besar. Mulai saat
mengandung, dia mesti menanggung berbagai macam penderitaan. Tatkala dia
melahirkan juga demikian. Begitu pula saat menyusui, yang sebenarnya waktu
istirahat baginya, namun dia rela lembur di saat si bayi kecil kehausan
dan membutuhkan air susunya. Oleh karena itu, jasanya sangat sulit sekali
untuk dibalas, walaupun dengan memikulnya untuk berhaji dan memutari
Ka’bah.
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang
sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya.
Orang itu bersenandung,
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi
kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun
setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrod no. 11.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)
Berbakti pada Orang Tua adalah Perintah Allah
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
(QS. Al Isra’: 23)
Dalam beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada
orang tua dengan mentauhidkan- Nya dan larangan berbuat syirik. Ini semua
menunjukkan agungnya amalan tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An Nisa’: 36)
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al An’am: 151)
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS.
Luqman: 13-14)
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al Ahqaf: 15)
Pujian Allah pada Para Nabi karena Bakti Mereka pada Orang Tua
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala tentang Nabi Yahya bin Zakariya
‘alaihimas salam berikut,
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia
orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Begitu juga Allah menceritakan tentang Nabi Isa ‘alaihis salam,
“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab
(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka.” (QS. Maryam: 30-32)
Amalan yang Paling Dicintai oleh Allah adalah Berbakti pada Orang Tua
Kita dapat melihat pada hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah
yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya,
‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian
apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad
di jalan Allah’.” Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku
bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya) .” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Bakti pada Orang Tua Akan Menambah Umur
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka
berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan
kerabat).” (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At
Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi, yaitu hasan dilihat
dari jalur lainnya)
Di antara Bentuk Berbakti pada Orang Tua
[1] Menaati perintah keduanya selama bukan dalam perkara yang dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya
dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Tatatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk
bermaksiat.” (HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanadnya
hasan)
[2] Mendahulukan perintah mereka dari perkara yang hanya dianjurkan
(sunnah).
Sebagaimana pelajaran mengenai hal ini terdapat pada kisah Juraij yang
didoakan jelek oleh ibunya karena lebih mendahulukan shalat sunnahnya
daripada panggilan ibunya. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
[3] Menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia di hadapan keduanya, di
antaranya adalah dengan tidak mengeraskan suara di hadapan mereka.
Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata bahwa Ibnu Umar pernah bertanya,
“Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya
ingin”, jawabku. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
“Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabku. Beliau berkata, “Demi Allah,
sekiranya engkau berlemah lebut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan
makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi
dosa-dosa besar.”(Adabul Mufrod no. 8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Di antara akhlaq mulia lainnya terdapat dalam hadits berikut.
Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah
melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya,
“Apa hubungan dia denganmu?” Orang itu menjawab, ”Dia ayahku.” Abu
Hurairah lalu berkata, “Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan namanya
saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk sebelum ia
duduk.” (Adabul Mufrod no. 44. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih secara sanad)
[4] Menjalin hubungan dengan kolega orang tua.
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung
hubungan dengan kolega ayahnya.” (HR. Muslim)
[5] Berbakti kepada kedua orang tua sepeninggal mereka adalah dengan
mendo’akan keduanya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Derajat seseorang bisa terangkat setelah ia meninggal. Ia pun bertanya,
“Wahai Rabb, bagaimana hal ini bisa terjadi?” Maka dijawab,”Anakmu telah
memohon ampun untuk dirimu.”(Adabul Mufrod, no. 36. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan secara sanad)
Ibu Lebih Berhak dari Anggota Keluarga Lainnya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata
lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi,
‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan
ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian
setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan
bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan
perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika
dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala
mendidik anak-anaknya sampai dewasa.” (Syarh Muslim 8/331)

Dosa Durhaka pada Orang Tua
Abu Bakrah berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau
kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau,
wahai Rasulullah.”Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah)
mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau
mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba
beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan (sumpah) palsu.”
Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati),
“Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Bakroh berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para
pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]-
daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi
(dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di antara Bentuk Durhaka pada Orang Tua
’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,
”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”
Mujahid mengatakan,
“Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang
ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang
anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa
yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai
keduanya.”
Ka’ab Al Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk
durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,
“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan
dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah
melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain,
hal. 8, Ibnul Jauziy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar