Jumat, 12 Juni 2009

10 Kiat Sabar

sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Diapun adakan
sebab-sebab yang membantu dan memudahkan seseorang untuk
sabar. Demikian juga tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali
membantu dan mengadakan sebab-sebab yang memudahkan dan membantu
pelaksanaannya sebagaimana Ia tidak mentaqdirkan adanya penyakit
kecuali menetapkan obatnya.Sabar
walaupun sulit dan tidak disukai jiwa, apalagi bila disebabkan kelakuan
dan tindakan orang lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan
diwujudkan. Ada beberapa kiat yang dapat membantu kita dalam bersabar
dengan ketiga jenisnya, diantaranya:

Mengetahui
tabiat kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana,
sebab manusia memang diciptakan berada dalam susah payah, sebagaimana
firman Allah: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam
susah payah. (QS. 90:4)Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah
milik Allah dan Dia memberinya kepada orang yang Dia sukai dan
menahannya dari orang yang disukaiNya juga.Mengetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut. Diantaranya: Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firmanNya: Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. 2:249)Mendapatkan
sholawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firmanNya: Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
2:155-157)Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba,
sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya: Hai orang-orang yang
beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung. (QS. 3:200). Yakin dan
percaya akan mendapatkan pemecahan dan kemudahan sebab Allah telah
menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dariNya.
Inilah yang difirmankan Allah: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. 94:5-6)Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung
kepadaNya, karena Allah satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan
dan kesabaran.Beriman kepada ketetapan dan takdir Allah dengan
meyakini semuanya yang terjadi sudah merupakan suratan takdir. Sehingga
dapat bersabar menghadapi musibah yang ada.Ikhlas dan
mengharapkan keridhoan Allah dalam bersabar. Hal ini dijelaskan Allah
dalam firmanNya: Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan
Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta
menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat
tempat kesudahan (yang baik), (QS.Al Ra’d 13:22)Mengetahui
kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada
dalam larangan.

Ketika

Inilah Hakekat Sabar


Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Sabar
menurut bahasa adalah menahan. Adapun secara syar’i, maknanya adalah menahan diri dalam tiga perkara:

- Yang pertama, taat kepada ALLAH subhanahu wata’ala.
- Yang kedua, menahan diri dari perkara-perkara yang haram.
- Yang ketiga, menahan diri terhadap takdir ALLAH subhanahu wata’ala yang menyakitkan.
Ini adalah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para ulama.

Adapun penjelasan dari masing-masing jenis sabar itu adalah sebagai berikut:

1.
Seseorang bersabar di atas ketaatan kepada ALLAH subhanahu wata’ala,
karena taat sangat berat dan sulit oleh jiwa dan badan, di mana
seseorang merasa lemah, capek dan kepayahan dari sisi harta seperti
zakat dan haji. Yang jelas dalam ketaatan kepada ALLAH subhanahu
wata’ala terdapat kepayahan yang dirasakan oleh jiwa dan badan sehingga
dibutuhkan sabar dan pertolongan. ALLAH subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
“Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)”. (Ali-‘Imran: 200).

2.
Sabar untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan oleh ALLAH
subhanahu wata’ala yaitu seseorang menahan diri dari segala sesuatu
yang diharamkan-Nya karena jiwa selalu menyuruh dan menyeru untuk
berbuat jelek sehingga manusia perlu menyabarkan diri, seperti
berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan bathil dengan cara
riba atau yang lainnya, zina, minum khamr, mencuri, dan yang semisalnya
dari dosa-dosa besar. Sehingga seseorang harus mampu menyabarkan diri
darinya sehingga terjerumus ke dalam maksiat dan ini membutuhkan
pertolongan dan menahan diri dan hawa nafsu.

3. Sabar terhadap
takdir-takdir ALLAH subhanahu wata’ala yang menyakitkan karena
takdir-Nya terkadang membahagiakan dan menyakitkan. Adapun takdir yang
membahagiakan maka perlu untuk disyukuri, sedangkan bersyukur termasuk
ketaatan kepada ALLAH sehingga termasuk jenis yang pertama, sedangkan
takdir yang menyakitkan dirasakan tidak enak oleh manusia dengan diberi
cobaan pada badannya, hilangnya harta, keluarganya dan masyarakatnya.

Yang
jelas jenis musibah yang menimpa manusia sangat banyak sehingga
diperlukan sabar dan pertolongan. Dia menyabarkan jiwanya dari segala
sesuatu yang diharamkan baginya, seperti menampakkan keluh kesah dengan
lisan, kalbu atau anggota badan, karena seseorang yang tertimpa musibah
tidak lepas dari empat kondisi:
- Yang pertama, marah atas musibah yang menimpanya
- Yang kedua, bersabar
- Yang ketiga, ridha
- Dan yang keempat, bersyukur.

Keempat kondisi berikut ada pada manusia tatkala tertimpa musibah:

1)
Adapun kondisi yang pertama, seseorang marah terhadap musibah yang
menimpanya, apakah hal itu ditunjukkan dengan kalbu, lisan atau anggota
badannya. Marah dengan kalbu dengan berprasangka jelek kepada ALLAH
subhanahu wata’ala berupa kemarahan kepada-Nya –aku berlindung kepada
ALLAH dari perkara ini- atau hal-hal yang semacamnya dan seakan-akan
ALLAH subhanahu wata’ala telah menzhaliminya dengan musibah ini. Adapun
dengan lisan maka ditunjukkan dengan mengucapkan kata-kata umpatan,
kecelakaan, seperti mengatakan aduh, celakanya atau kata-kata yang
semakna, mencela zaman sehingga menghina ALLAH subhanahu wata’ala dan
yang semisalnya. Adapun dengan anggota badan seperti menampar-nampar
pipi, memukul kepala, mencabik-cabik rambut, merobek-robek baju atau
yang semisalnya.

Kemarahan seperti ini adalah kondisi
orang-orang yang banyak keluh kesahnya yang mana ALLAH subhanahu
wata’ala telah haramkan mereka untuk mendapat pahala dan tidak akan
selamat dari musibah bahkan mereka mendapatkan dosa karenanya sehingga
mereka mendapat dua musibah yaitu musibah dalam agamanya dengan
kemarahannya tersebut dan musibah di dunia dengan tertimpa sesuatu yang
menyakitkan.

2) Kondisi yang kedua adalah bersabar terhadap
musibah yang menimpanya yaitu dengan menahan jiwanya sementara dia
merasa tidak suka terhadap musibah tersebut namun dia menyabarkan diri
dengan menahan lisannya atau berbuat sesuatu yang akan mendatangkan
murka ALLAH subhanahu wata’ala atau sama sekali tidak ada prasangka
buruk dalam kalbunya terhadap ALLAH subhanahu wata’ala, dia bersabar
namun tidak suka terhadap musibah yang menimpanya.

3) Yang
ketiga adalah merasa ridha terhadap musibah yang menimpanya di mana
seseorang merasa lapang dada terhadap musibah yang menimpanya dan
memiliki keridhaan yang sempurna sehingga seakan-akan tidak tertimpa
musibah.

4) Kondisi terakhir adalah bersyukur atas musibah yang
menimpanya dan Rasulullah jika melihat sesuatu yang beliau tidak sukai
mengatakan, “Alhamdullilah ‘ala kulli hal (Segala puji bagi ALLAH atas
segala keadaan)”. Beliau bersyukur karena ALLAH subhanahu wata’ala
memberikan pahala yang berlipat atas musibah yang menimpanya. Oleh
sebab itu diriwayatkan dari beberapa wanita yang ahli ibadah yang
tertimpa musibah pada jari-jemarinya maka wanita itu memuji ALLAH
subhanahu wata’ala sehingga orang-orang bertanya kepadanya, “Bagaimana
mungkin kamu memuji ALLAH subhanahu wata’ala sedang jari-jemarimu
terluka?” Maka dia menjawab, “Sesungguhnya kenikmatan pahalanya telah
membuatku lupa terhadap pahitnya sabar”.

Dan ALLAH-lah yang Maha Pemberi Taufik.

(Diterjemahkan dari Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, sumber: www.ulamasunnah. wordpress. com)

Etika Menjenguk Orang Sakit


Rasulullah pernah bersabda, Barang siapa melawat orang sakit atau mengunjungi temannya, maka terdengarlah panggilan (dari Allah SWT) bahwa engkau adalah orang budiman, perjalananmu baik dan engkau membangun sendiri mahligai di surga. (HR. Muslim) Dalam hal melawat orang sakit, patutlah kita perhatikan beberapa hal.

1. Mendoakan kepada orang yang sakit agar cepat sembuh, ketika mengunjunginya. Doa yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah sebagai berikut:

La ba`sa `alaika, tahu run insya a Allah

Artinya: Tidak mengapa dengan sakitmu, Insya Allah (dengan sebab sakit itu) engkau akan menjadi orang yang bersih dari dosa. (HR.Bukhari) .

2. Meletakkan tangan kanannya di atas (kening) orang yang sakit sambil berdoa:

Allahumma rabbun na si, azhib al ba`sa, wa asyfi anta as Sya fi, la syifa a illa syifa uka syifa an la yugha diru saqaman

Artinya: Ya Allah, Tuhan Pencipta manusia, hilangkan penyakitnya, ya Allah sembuhkan dia, karena Engkaulah Sang Penyembuh, tiada kesembuhan tanpa kesembuhan dari Mu, kesembuhan yang tak menyisakan sakitnya. (HR. Bukhari)

3. Dalam melawat orang sakit hendaknya tidak terlalu lama, dikhawatirkan justru mengganggu orang yang sakit atau keluarganya.

4. Lawatan hendaknya dilakukan berulang-ulang jika si sakit menyukai yang demikian, agar ia merasa diperhatikan. Inilah makna sebenarnya dari mengunjungi orang sakit.

5. Mengajak orang yang sakit agar bersabar dan ridla dalam menerima ketentuan Allah dan takdir Nya. Berikan harapan kepadanya untuk pulih kembali kesehatannya serta mengingatkan dia untuk tidak putus asa dan tidak mengharap cepat mati, meskipun penyakitnya demikian gawat. Rasulullah pernah bersabda: 'Jangan seseorang di antara kamu mengharapkan cepat mati karena musibah yang menimpanya'. Seandainya memang harus demikian, sebaiknya berdoalah sebagai berikut:

Allahumma ahyini ma ka nat al haya tu khairan li wa tawaffani iza ka nat al wafa tu khairan li

Artinya: Ya Allah berilah kami tetap hidup jika memang hidup itu lebih baik bagiku, dan cabutlah nyawaku, jika memang mati itu lebih baik bagiku. (muttafaq `alaih)

6.Disunatkan bagi yang sakit untuk merenungkan kembali tentang amal saleh yang pernah dilakukan. Ini adalah untuk mendorong si sakit supaya menguatkan husnuzzon (baik sangka) kepada Allah SWT. Di samping mengingat hikmah sakitnya itu sebagai pemberian Allah untuk menebus dosa-dosanya, membesarkan pahalanya dan meninggikan derajatnya.

7. Alangkah baiknya jika yang sakit itu memperbanyak zikir kepada Allah, dan tidak lupa mewasiatkan sesuatu yang perlu kepada keluarganya, terutama masalah utang piutang atau barang amanah orang lain atau mewasiatkan sebagian hartanya kepada sabilillah dan sebagainya.

Kamis, 04 Juni 2009

Amalan Shodaqah Lebih Afdal Utamakan Keluarga


Wajib penuhi keperluan mereka di bawah tanggungan sebelum menolong orang
lain

TANGAN di atas lebih baik daripada tangan yang menerima ialah galakan
supaya kita menjadi orang suka memberi, bukan yang meminta kerana
kedudukan bersedekah lebih baik terutama jika mereka melakukannya dengan
hati yang ikhlas.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah dan mulai dengan mereka yang menjadi
tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah ketika berada dalam keadaan
mencukupi (segala keperluan). Siapa memohon dipelihara (untuk tidak
meminta-minta) , maka Allah akan memeliharanya. Siapa yang bermohon
dicukupkan (segala keperluan), maka Allah akan mencukupkan
kehidupannya. " (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Amalan sedekah yang dianjurkan Islam bertujuan melengkapkan kitaran
hidup antara yang kaya dengan miskin kerana sebagai pihak mempunyai
kelebihan, mereka bertanggungjawab membantu saudara yang memerlukan.

Mereka yang gemar bersedekah dijanjikan Allah ganjaran pahala yang
besar. Firman-Nya yang bermaksud: "Siapakah yang mahu meminjamkan
(hartanya) kepada Allah dengan pinjaman yang baik (iaitu dengan
mendermakannya pada jalan Allah), lalu Allah melipatgandakan
(balasannya) dan untuknya pahala yang mulia." (Surah al-Haddid, ayat 11)

Saranan supaya dimulakan sedekah kepada mereka yang menjadi tanggunganmu
menjelaskan keutamaan bersedekah iaitu dengan mendahulukan keluarga di
bawah tanggungan yang memerlukan bantuan. Sabda Rasulullah SAW
bermaksud: "Dinar (wang) yang engkau infakkan (belanjakan) di jalan
Allah, dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan hamba abdi, dinar
yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dinar yang engkau nafkahkan
kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar yang engkau
nafkahkan untuk keluargamu." (Hadis riwayat Muslim)

Niat bersedekah juga perlu melihat kepada pihak yang ingin diberi
sumbangan kerana ada sesetengah pihak bersedekah kepada orang lain,
tetapi ahli keluarga tidak diberi perhatian sedangkan mereka juga
mengharapkan sumbangan.

Rasulullah SAW menjelaskan melihat keperluan bersedekah kepada golongan
yang ingin dibantu. Baginda SAW bersabda yang bermaksud: "Sedekah kepada
orang miskin terhitung pahala satu sedekah. Sedekah kepada kaum kerabat
mendapatkan dua pahala (iaitu) pahala sedekah dan pahala menyambung
silaturahim. " (Hadis riwayat Ahmad)

Jika seseorang bersedekah sedang dia tidak memenuhi keperluan mereka
yang berada di bawah tanggungannya, maka dia dianggap berdosa kerana
mengutamakan amalan sunat bersedekah berbanding amalan diwajibkan
baginya iaitu memenuhi segala keperluan keluarganya.

Sabda Nabi SAW: "Cukup seseorang dinilai berdosa apabila dia
mensia-siakan orang yang menjadi tanggungannya. " (Hadis riwayat Muslim)

Jangan pula kerana terlalu ghairah untuk bersedekah, konon ingin
mendapat keredaan serta ganjaran pahala, kita lupa tanggungjawab
menyelesaikan urusan termasuk melunaskan hutang.

Menjelaskan permintaan hamba kepada Allah supaya dicukupkan keperluan
dan dijauhkan daripada amalan meminta-minta, supaya umat Islam menjaga
kehormatan diri serta berusaha mencari rezeki dengan kudrat yang ada.

Sebaiknya, orang miskin tidak menampakkan kekurangan dalam hidupnya dan
sentiasa bersabar serta reda dengan ketentuan Ilahi. Perbanyakkan doa
kepada Allah supaya terpelihara diri dan keluarganya daripada sikap suka
meminta. Menerusi sikap sedemikian, Allah akan memberinya kelapangan
dalam hidup (meskipun tidak mewah) dan menetapkan sifat qana'ah (cukup)
dalam jiwanya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak memohon kepada Allah,
tidak akan mendapat pertolongan- Nya.

Jika seseorang jauh daripada pertolongan serta perlindungan Allah,
jiwanya lebih cenderung untuk melakukan perkara diharamkan.

Selagi seseorang itu mampu untuk bekerja dia perlu berusaha
bersungguh-sungguh memenuhi keperluan hidup bagi diri dan keluarga
daripada hasil titik peluhnya dan jangan mengambil jalan mudah dengan
menjadi peminta sedekah.

Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Salah seorang daripada kalian yang
mengambil tali lalu tali itu digunakan untuk mengikat kayu bakar di atas
punggungnya lalu dia menjualnya, maka dia menutup wajahnya (menjaga
kehormatannya dengan bekerja) lebih baik daripada dia meminta daripada
manusia, yang ada kalanya memberi atau tidak memberi." (Hadis riwayat
al-Bukhari)

Hadis ini ialah dalil diharamkan seseorang itu menjadi peminta sedekah
selagi dia masih mampu bekerja. Mereka yang suka meminta sedangkan mampu
bekerja tetapi malas ialah golongan yang dicela.

Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Seseorang lelaki yang sentiasa meminta
daripada orang lain, pada hari kiamat yang akan datang, pada wajahnya
tidak ada sedikit daging pun." (Hadis riwayat al-Bukhari)

Justeru, berusaha untuk mengelakkan diri daripada sikap suka meminta,
apatah lagi bagi mereka yang sudah dicukupkan Allah rezeki, tetapi masih
suka mendapat barangan yang diberi orang lain semata-mata untuk menambah
apa yang ia ada.

Lebih baik pihak yang dikurniakan Allah rezeki, bersedekah kepada mereka
yang memerlukan terutama barangan yang ia sayang, tetapi barang itu
mendatangkan manfaat lebih kepada orang lain..

Ibu Ayah Aku Ingin Meraih Surga

oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa
shohbihi ajma’in.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya,
“Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang
mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari
keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.”(HR.
Muslim)
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung
pada murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai
pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Jasa Orang Tua Begitu Besar
Sungguh, jasa orang tua apalagi seorang ibu begitu besar. Mulai saat
mengandung, dia mesti menanggung berbagai macam penderitaan. Tatkala dia
melahirkan juga demikian. Begitu pula saat menyusui, yang sebenarnya waktu
istirahat baginya, namun dia rela lembur di saat si bayi kecil kehausan
dan membutuhkan air susunya. Oleh karena itu, jasanya sangat sulit sekali
untuk dibalas, walaupun dengan memikulnya untuk berhaji dan memutari
Ka’bah.
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang
sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya.
Orang itu bersenandung,
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi
kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun
setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrod no. 11.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)
Berbakti pada Orang Tua adalah Perintah Allah
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
(QS. Al Isra’: 23)
Dalam beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada
orang tua dengan mentauhidkan- Nya dan larangan berbuat syirik. Ini semua
menunjukkan agungnya amalan tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An Nisa’: 36)
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al An’am: 151)
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS.
Luqman: 13-14)
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al Ahqaf: 15)
Pujian Allah pada Para Nabi karena Bakti Mereka pada Orang Tua
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala tentang Nabi Yahya bin Zakariya
‘alaihimas salam berikut,
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia
orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Begitu juga Allah menceritakan tentang Nabi Isa ‘alaihis salam,
“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab
(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka.” (QS. Maryam: 30-32)
Amalan yang Paling Dicintai oleh Allah adalah Berbakti pada Orang Tua
Kita dapat melihat pada hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah
yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya,
‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘
Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian
apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad
di jalan Allah’.” Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku
bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya) .” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Bakti pada Orang Tua Akan Menambah Umur
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka
berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan
kerabat).” (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At
Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi, yaitu hasan dilihat
dari jalur lainnya)
Di antara Bentuk Berbakti pada Orang Tua
[1] Menaati perintah keduanya selama bukan dalam perkara yang dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya
dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Tatatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk
bermaksiat.” (HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanadnya
hasan)
[2] Mendahulukan perintah mereka dari perkara yang hanya dianjurkan
(sunnah).
Sebagaimana pelajaran mengenai hal ini terdapat pada kisah Juraij yang
didoakan jelek oleh ibunya karena lebih mendahulukan shalat sunnahnya
daripada panggilan ibunya. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
[3] Menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia di hadapan keduanya, di
antaranya adalah dengan tidak mengeraskan suara di hadapan mereka.
Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata bahwa Ibnu Umar pernah bertanya,
“Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya
ingin”, jawabku. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
“Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabku. Beliau berkata, “Demi Allah,
sekiranya engkau berlemah lebut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan
makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi
dosa-dosa besar.”(Adabul Mufrod no. 8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Di antara akhlaq mulia lainnya terdapat dalam hadits berikut.
Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah
melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya,
“Apa hubungan dia denganmu?” Orang itu menjawab, ”Dia ayahku.” Abu
Hurairah lalu berkata, “Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan namanya
saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk sebelum ia
duduk.” (Adabul Mufrod no. 44. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih secara sanad)
[4] Menjalin hubungan dengan kolega orang tua.
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung
hubungan dengan kolega ayahnya.” (HR. Muslim)
[5] Berbakti kepada kedua orang tua sepeninggal mereka adalah dengan
mendo’akan keduanya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Derajat seseorang bisa terangkat setelah ia meninggal. Ia pun bertanya,
“Wahai Rabb, bagaimana hal ini bisa terjadi?” Maka dijawab,”Anakmu telah
memohon ampun untuk dirimu.”(Adabul Mufrod, no. 36. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan secara sanad)
Ibu Lebih Berhak dari Anggota Keluarga Lainnya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata
lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi,
‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan
ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian
setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan
bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan
perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika
dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala
mendidik anak-anaknya sampai dewasa.” (Syarh Muslim 8/331)

Dosa Durhaka pada Orang Tua
Abu Bakrah berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau
kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau,
wahai Rasulullah.”Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah)
mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau
mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba
beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan (sumpah) palsu.”
Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati),
“Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Bakroh berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para
pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]-
daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi
(dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di antara Bentuk Durhaka pada Orang Tua
’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,
”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”
Mujahid mengatakan,
“Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang
ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang
anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa
yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai
keduanya.”
Ka’ab Al Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk
durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,
“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan
dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah
melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain,
hal. 8, Ibnul Jauziy)

Sepuluh Hal yg Mendatangkan Cinta Allah


Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah.
Lalu bagaimanakah cara-cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul
Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi
dalam kitab beliau Madarijus Salikin.
Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini
bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia
menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini
semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku.
[Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang
sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang
akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang
mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang
pecinta.
Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan
hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan
pada Allah akan diperoleh sesuai dengan kadar dzikir kepada-Nya.
Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada
dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu
ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai
kesulitan.
Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat
Allah
. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah
tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui
nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena
itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam
memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah
terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).
Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia
berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang
mendorong untuk mencintai-Nya.
Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara
keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan
makna yang terkandung di dalamnya.
Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia
pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat
kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya
dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama
para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang
begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali
apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut
akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.
Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat menghalangi antara dirinya dan
Allah Ta’ala.
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya
dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah
dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.
Alhamdulillahilladz i bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala
nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan
Darul Hadits Al Qohiroh

Senin, 01 Juni 2009

Menangis Karena Takut Kepada Allah

Oleh: Alihozi http://alihozi77. blogspot. comMenangis lantaran takut kepada Allah,SWT adalah suatu sifat yang mulia dan usahayang terpuji.Firman Allah,SWT Surat Maryam 58:"Ketika dibacakan kepada mereka ayat2 Tuhan Maha pemurah, mereka lalu tundukbersujud dan menangis"Rasulullah S.A.W telah mengkategorikan orang yang senantiasa menangis (hiba) inidalam bilangan tujuh orang yang akan dilindungi Allah pada hari kiamat, dimanatiada lindungan yang lain kecuali lindungan Allah azzawajlla saja. Sabda beliau:"Setiap mata akan menangis di hari Kitamat, kecuali mata yang telah menangiskarena takut kepada Allah,SWT dan mata yang melek berjaga fi sabilillah"" Seseorang yang menangis karena takut kepada Allah tidak akan masuk ke dalamneraka, sehingga susu dapat kembali ke dalam tetek ataupun unta dapa masuk kedalam lubang jarum"Kini banyak ragam tangisan, akan tetapi hanya tangisan karena takut kepadaAllah,Ta'ala sajalah yang jarang-jarang dilakukan oleh manusia. Oleh karenaitulah hendaklah kita tangisi diri kita karena takut kepada Allah S.W.T.Andainya tidak bisa menangis juga, maka cobakanlah terus diri kita untukmenangis. Tetapi jangan sampai mencampur adukkan amalan kita dengan riya danpura-pura agar anda tidak jatuh hina dalam pandangan Allah Tuhan seru sekalianalam.Jangan sampai kita manangis berpura-berpura yaitu setelah menangis kita masihmengerjakan apa yang dilarang oleh Allah,SWT dan juga melalaikan semuaperintah2-Nya. Seperti lebih memilih bernyanyi /mendengarkan lagu2 yang membuatlalai dari mengingat Allah,SWT daripada membaca Al-Qur'an atau lebih memilihmenonton acara2 gosip di TV, dan melakukan bentuk kemaksiatan lainnya. Kalaukita melakukan hal itu semua maka sia-sialah usaha kita menangis takut kepadaAllah,SWT.Wallaua'lam

Tongsing Kambing

500. gr daging kambing,potong dadu 2 cm.
7. lbr daun kol, buang tulang daunnya, potong kasar
4. bh cabai merah, iris serong tipis
5. bh bawang merah, iris tipis
3. siung bawang putih, iris tipis
1/2. sdt lada bubuk
4. sdm kecap manis
2. sdm air jeruk nipis
3. sdm minyak goreng untuk menumis
500. ml santan
2. sdt garam
1. sdt gula pasir
Cara membuat:Tumis bawang putih sampai harum, masukkan bawang merah dan cabai merah iris, tumis sampai layu.Masukkan daging kambing, aduk sampai daging berubah warna dan kaku. Tuang air, tambahkan kecap, lada, garam, dan gula pasir, masak sampai daging lunak dan kuah tinggal sedikit. Tuang santan, masak sampai mendidihTambahkan kol, masak sampai kol matang, tambahkan air jeruk nipis, aduk sebentar, angkat

Tempe Goreng Bumbu Kencur

Bahan:
300 gram tempe, potong-potong
100 gram tepung beras
1 butir telur
175 ml santan
minyak untuk menggorengBumbu halus:
3 siung bawang putih
1 sendok teh ketumbar sangrai
2 cm kencur
2 buah cabai merah
garam secukupnya
merica secukupnyaCara membuat:
Campur bumbu halus dengan tepung, telur, dan santan. Aduk rata.
Masukkan tempe ke dalam campuran bumbu dan tepung.
Goreng hingga kuning kecokelatan. Untuk 6 potongsumber: Sedap Sekejap
Tags: , ,