Jumat, 26 November 2010

PEKATAAN DALAM ISLAM

Perkataan yg disukai

Qaulan Ma’rufan (Perkataan yg Baik)
sebagaimana firman Allah Swt ‘ Perkataan yang baik dan pemberian maaf[1] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.’’(QS Al-Baqarah 263)
[1] Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.

Qaulan Karimah (Perkataan yg Mulia) perkataan-perkataan yg kita gunakan terhadap orang tua.
“ dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[1].”(QS Al-Israa’ 23)
[1] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

Qaulan Maisura (Perkataan yg pantas)
“ dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas[1].” (QS Al-Israa’28)
[1] Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka Perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.

Qaulan Baligan (Perkataan tepat sasaran) maksudnya jika kita berbicara pada masyarakat biasa maka pergunakanlah kata-kata atau istilah yg bisa mereka mengerti jangan menggunakan istilah yg tidak mereka mengerti, dengan kata lain untuk masyarakat umum pakailah istilah umum sedangkan untuk masyarakat berpendidikan kita bisa sesuaikan dengan pendidikan mereka.
“ Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka…” (QS Ibrahim 4)

Qaulan Baligan ( Perkataan berbekas pada jiwa) maksudnya kata-kata yg kita berikan sesuai dengan permasalahan yg sedang dihadapi
“ mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”(QS An-nisa 63)

Qaulan Lainan ( perkataan yg lemah lembut)
” Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".(QS Thahaa 44)

Perkataan yg bisa menarik.
“ Sesungguhnya seorang hamba niscaya akan berkata dengan ucapan- ucapan yg menarik perhatian akan sesuatu dari keridhaan Allah , dimana sebab-sebab ucapannya itu,Allah mengangkat derajatnya , sesungguhnya seorang hamba niscaya akan berkata dengan ucapan-ucapan yg bisa menarik perhatian akan sesuatu dari kemurkaan Allah dimana sebab-sebab ucapan itu Allah menyebloskan dirinya kedalam neraka jahannam.” (HR Muslim)

PERKATAAN YG TIDAK DISUKAI

Perkataan yg buruk
" Allah tidak menyukai Ucapan buruk[1], (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya[2]. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Qs An-nisa 148)
[1] Ucapan buruk sebagai mencela orang, memaki, menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dan sebagainya.
(2] Maksudnya: orang yang teraniaya oleh mengemukakan kepada hakim atau Penguasa keburukan-keburukan orang yang menganiayanya.

Suara yg Kasar
“dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”(QS Lukman 19)

Suara yg Keras
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu[1], sedangkan kamu tidak menyadari.
[1] Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.
NUSYUZ ISTRI DAN SUAMI

“ kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[1] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[2]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[3], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[4]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QSD An-nisa 34)

[1] Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[2] Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[3] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[4] Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

"dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[1] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[2], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[3]. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."(QS An-nisa 128)

[1) Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.
[2] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali.
[3] Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, Maka boleh suami menerimanya.

Selasa, 23 November 2010

C I N T A

Cintaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
itu anugerah
itu suatu kegembiraan
itu suatu yg dapat memberikan kebahagiaan
yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
itu semua jika dan hanya jika
kau bisa merasakan
kau bisa mendapatkannya
kau bisa memeliharanya

cinta
bisa bikin kau susah
bisa bikin kau merana didunia
bisa juga bikin kau sengsara dihari akhir nanti
ini terjadi kareena............
kau salah dalam mencintai atau
kau tak bisa menjaga cintamu


lalu.................
inginkah kau mengetahui
cinta yg dapat memberikan kebahagian
cinta yg mendatangkan kesengsaraan

Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berfirman : “Dimanakah orang yang cinta mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dengan menunggu-Ku dihari yang tiada naungan melainkan naungan-Ku” (H.R. Muslim)

“Allah swt berfirman, “pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta mencintai karena Aku, saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku” (Hadits Qudsi)

Bahwa seseorang mengunjungi saudaranya di desa lain, lalu Allah mengutus malaikat untuk membuntutinya. Tatkala malaikat menemaninya malaikat berkata,
“Kau mau kemana ?”
Ia menjawab, “Aku ingin mengujungi saudaraku di desa ini”
Malaikat terus bertanya, “Apakah kamu akan memberikan sesuatu pada saudaramu ?”
Ia menjawab, “Tidak ada, melainkan hanya aku mencintainya karena Allah SWT”
Malaikat berkata, “Sesungguhnya aku diutus Allah kepadamu, bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai orang tersebut karena-Nya” (H.R. Muslim)

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).(2:165)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(3:14)

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(3:31)

Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(5:54)

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.(9:24)

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(16:107)

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,(49:7)

(Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.

ya.........
cinta yang benar
canta yang dapat mendatangkan kebahagiaan
adalah cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya lebih dari segalanya
cinta kepada keimanan
cinta kepada sesama hanya semata-mata karena Allah Swt

adapun cinta yg salah
cinta yg akan mendatangkan kesengsaraan
jika kau mencintai kehidupan dunia lebih dari kehidupan akhirat
kau mencintai orang tua, anak istri, sanak keluarga dan harta melebihi Allah Swt dan Rasul-Nya atau mencintai sesembahan yg lain seperti cintamu kepada Allah
atauuu kau mencintai sesamamu bukan karena Allah

Berikut kisah bagaimana seorang hamba lebih mencintai Allah N Rasulnya dibanding yg lain
Di riwayatkan di dalam riwayat yang tsiqah ketika salah satu wanita Bani Dinar yang saat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam pulang dari peperangan maka dikatakan kepada ibu – ibu itu :
“wahai ibu suamimu wafat…” Maka berkata ibu itu :

مَا أَخْبَرَ رَسُوْلُ الله...؟

(Rasulullah kabarnya bagaimana?)

Dia lebih mencintai Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dari yang lainnya,

maka datang orang ke dua :
“wahai ibu sabar suamimu wafat anakmu juga wafat”
Ibu itu berkata :

مَا أَخْبَرَ رَسُوْلُ الله...؟

(Rasulullah kabarnya dulu bagaimana?)

Maka datang orang ketiga :
“wahai ibu ayahmu wafat”
Maka berkata ibu itu :

مَا أَخْبَرَ رَسُوْلُ الله...؟

(Rasulullah kabarnya dulu bagaimana?)

Maka datang orang yang ke empat :
“wahai ibu kakakmu wafat”
Habislah sudah semua seluruh keluarganya, sebatang kara sendiri dia berkata :

مَا أَخْبَرَ رَسُوْلُ الله...؟؟؟؟؟!!

“Bagaimana kabarnya Rasulullah dulu???”

Suaminya wafat, anaknya wafat, kakaknya wafat, ayahnya wafat, ia berkata bagaimana kabarnya Rasulullah, maka orang berkata :

رَسُوْلُ اللهِ فيِ عَافِيَةٍ كَمَا شِئْتِ

(Wahai ibu Rasulullah dalam keadaan sehat wal’afiat seperti yang kau inginkan)

دلني اليه....!

“tunjukkan aku kepada Rasul, aku ingin melihat Beliau dulu supaya aku tenang bahwa beliau betul – betul sehat wal’afiat”
Maka saat dia di bawakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallamyang juga baru pulang dari peperangan diatas kuda putihnya, maka teriaklah ibu – ibu itu :

يَا رَسُوْلُ الله، كُلُّ مُصِيْبَةٍ دُوْنَكَ جَلَل (أي صغيرة)

“Wahai Rasulullah, semua musibah kecil asal kau sehat wal’afiat…!”

Suaminya wafat, anaknya wafat, ayahnya wafat, kakaknya wafat, dia katakan “semua musibah kecil asal kau sehat wal’afiat wahai Rasul”
Demikian indahnya cinta wanita dari Bani Dinar kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Jumat, 19 November 2010

ORANG-ORANG YG DIDOAKAN MALAIKAT

1.. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan
dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang
tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya.
Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si
fulan karena tidur dalam keadaan suci'" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2.. Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara
kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali
para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah
ia'" (Shahih Muslim no. 469)

3.. Orang - orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu
Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang -
orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4.. Orang - orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di
dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan
Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang
yang menyambung shaf - shaf" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5.. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al
Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh
dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya
itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa
lalu" (Shahih Bukhari no. 782)

6.. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat
akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam
tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para
malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (Al Musnad no. 8106,
Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7.. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang
menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh)
naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka
berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang
hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas
pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana
kalian meninggalkan hambaku ?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka
sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang
melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Al Musnad no. 9140,
hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8.. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., bahwasannya Rasulullah SAW
bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada
kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia
berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata
'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'" (Shahih Muslim no.
2733)

9.. Orang-orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun
dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun
kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti
bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta
orang yang pelit'" (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10.. Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani,
meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang
makan sahur" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At
Targhiib wat Tarhiib I/519)

11.. Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin
Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin
menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang
akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu
malam kapan saja hingga shubuh" (Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir
berkomentar, "Sanadnya shahih")

12.. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas
seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan
bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat
kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Mari perbanyak beribadah dan beramal sholih di bulan yang penuh berkah ini.
Maraji' :

Disarikan dari Buku Orang - orang yang Didoakan Malaikat, Syaikh Fadhl Ilahi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Februari 2005

SEPULUH SEBAB HADIRNYA CINTA

1. Membaca al-Qur`an dengan mentadabburinya dan memahami makna-maknanya dan
maksudnya (tafsirnya).

2. Mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan mengerjakan
amalan-amalan sunnah setelah amalan-amalan yang wajib. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang sesuatu yang beliau riwayatkan
dari Rabbnya , “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan
hambaKu senantiasa mendekatkan dirinya kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah
sehingga Aku mencintainya.” (HR. al-Bukhari).

3. Terus menerus berdzkir kepada Allah Subhanahu Wata'ala dalam setiap
kondisi, baik dengan lisan, hati, ataupun dengan perbuatan. Maka besarnya
kecintaan seseorang (kepada sesuatu) sebesar dan sebanyak dzikirnya
kepadanya. Dan barangsiapa yang mencintai sesuatu, niscaya akan banyak
mengingatnya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu
Wata'ala berfirman, “Aku sebagaimana perasangka hambaku kepadaKu, dan Aku
bersamanya apabila dia mengingatKu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Dan Allah
Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’d: 28).

4.Mengutamakan kecintaaan kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas kecintaan
kepada dirimu sendiri ketika diliputi hawa nafsu, dan mengikuti serta
mentaati RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Allah Subhanahu Wata'ala
berfirman, artinya, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31).

Telah disebutkan tanda cinta, buah dan manfaatnya, maka tanda cinta
(seseorang) kepada Allah Subhanahu Wata'ala adalah mengikuti RasulNya
shallallahu 'alaihi wasallam , sedangkan manfaat dan buahnya adalah
kecintaan Allah Subhanahu Wata'ala kepada siapa saja yang mengikutinya
(RasulNya). Maka jika tidak ada al-Mutaba’ah (mengikuti RasulNya), ini
menunjukkan bahwa cintanya adalah dusta (tidak benar).

5. Menelaah/mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wata'ala ,
mengakui dan mengenalnya serta menelusuri dan menyelaminya di dalam
taman-taman pengetahuan (tentangnya). Maka barangsiapa yang mengenal Allah
Subhanahu Wata'ala dengan nama-nama dan sifat-sifatNya, serta
perbuatan-perbuatanNya pasti dia akan mencintaiNya.

6. Mengakui kebaikan Allah Subhanahu Wata'ala dan nikmat-nikmatNya yang
tampak (Zhahir) maupun yang tidak tampak (bathin), karena sesungguhnya hal
itu dapat memotivasi seseorang untuk mencintai Allah Subhanahu Wata'ala ,
dan sungguh hati ini tercipta (fitrahnya) mencintai orang yang berbuat baik
kepadanya.

7. Menundukkan hati sepenuhnya di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala.

8. Berkhalwat (menyendiri untuk beribadah) dengan Allah Subhanahu Wata'ala
pada waktu Dia turun di akhir malam untuk bermunajat kepadaNya dan membaca
kitabNya (al-Qur`an) kemudian mengakhiri ibadah kepadaNya dengan memohon
ampunan dan bertaubat kepadaNya. Karena waktu itu adalah waktu pembagian
rampasan perang (keuntungan) dan hadiah-hadiah (dari Allah ), ada yang dapat
sedikit, ada yang dapat banyak, dan ada pula yang diharamkan (tidak
memperoleh sedikitpun).

9. Berteman/bergaul dengan orang-orang yang mencintai (Allah dan RasulNya )
dan orang-orang yang jujur/ benar (keimanannya), dan mengambil yang terbaik
dari buah pembicaraan mereka, dan hendaklah kamu tidak berbicara kecuali
benar-benar pembicaraanmu terdapat maslahat dan kamu mengetahui bahwa di
dalam ucapanmu terdapat tambahan kebaikan untukmu dan bermanfaat buat orang
lain.

10. Menjauhi segala sebab yang dapat menjadi penghalang hati ini dengan
Allah Subhanahu Wata'ala.

Di antara sebab-sebab yang sepuluh ini, maka insyaAllah sampailah para
pecinta kepada lokasi-lokasi cinta dan bertemu dengan sang kekasih. (Abu
Nabiel).

Sumber: Diterjemahkan dari kitab, “An-Nuqath al-’Asyru adz-Dzahabiyah”,
karya: Syaikh Abdur Rahman bin Ali ad-Dusary.

FATWA ISLAMI
1. Membaca al-Qur`an dengan mentadabburinya dan memahami makna-maknanya dan
maksudnya (tafsirnya).

2. Mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan mengerjakan
amalan-amalan sunnah setelah amalan-amalan yang wajib. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang sesuatu yang beliau riwayatkan
dari Rabbnya , “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan
hambaKu senantiasa mendekatkan dirinya kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah
sehingga Aku mencintainya.” (HR. al-Bukhari).

3. Terus menerus berdzkir kepada Allah Subhanahu Wata'ala dalam setiap
kondisi, baik dengan lisan, hati, ataupun dengan perbuatan. Maka besarnya
kecintaan seseorang (kepada sesuatu) sebesar dan sebanyak dzikirnya
kepadanya. Dan barangsiapa yang mencintai sesuatu, niscaya akan banyak
mengingatnya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu
Wata'ala berfirman, “Aku sebagaimana perasangka hambaku kepadaKu, dan Aku
bersamanya apabila dia mengingatKu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Dan Allah
Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’d: 28).

4.Mengutamakan kecintaaan kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas kecintaan
kepada dirimu sendiri ketika diliputi hawa nafsu, dan mengikuti serta
mentaati RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Allah Subhanahu Wata'ala
berfirman, artinya, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31).

Telah disebutkan tanda cinta, buah dan manfaatnya, maka tanda cinta
(seseorang) kepada Allah Subhanahu Wata'ala adalah mengikuti RasulNya
shallallahu 'alaihi wasallam , sedangkan manfaat dan buahnya adalah
kecintaan Allah Subhanahu Wata'ala kepada siapa saja yang mengikutinya
(RasulNya). Maka jika tidak ada al-Mutaba’ah (mengikuti RasulNya), ini
menunjukkan bahwa cintanya adalah dusta (tidak benar).

5. Menelaah/mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wata'ala ,
mengakui dan mengenalnya serta menelusuri dan menyelaminya di dalam
taman-taman pengetahuan (tentangnya). Maka barangsiapa yang mengenal Allah
Subhanahu Wata'ala dengan nama-nama dan sifat-sifatNya, serta
perbuatan-perbuatanNya pasti dia akan mencintaiNya.

6. Mengakui kebaikan Allah Subhanahu Wata'ala dan nikmat-nikmatNya yang
tampak (Zhahir) maupun yang tidak tampak (bathin), karena sesungguhnya hal
itu dapat memotivasi seseorang untuk mencintai Allah Subhanahu Wata'ala ,
dan sungguh hati ini tercipta (fitrahnya) mencintai orang yang berbuat baik
kepadanya.

7. Menundukkan hati sepenuhnya di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala.

8. Berkhalwat (menyendiri untuk beribadah) dengan Allah Subhanahu Wata'ala
pada waktu Dia turun di akhir malam untuk bermunajat kepadaNya dan membaca
kitabNya (al-Qur`an) kemudian mengakhiri ibadah kepadaNya dengan memohon
ampunan dan bertaubat kepadaNya. Karena waktu itu adalah waktu pembagian
rampasan perang (keuntungan) dan hadiah-hadiah (dari Allah ), ada yang dapat
sedikit, ada yang dapat banyak, dan ada pula yang diharamkan (tidak
memperoleh sedikitpun).

9. Berteman/bergaul dengan orang-orang yang mencintai (Allah dan RasulNya )
dan orang-orang yang jujur/ benar (keimanannya), dan mengambil yang terbaik
dari buah pembicaraan mereka, dan hendaklah kamu tidak berbicara kecuali
benar-benar pembicaraanmu terdapat maslahat dan kamu mengetahui bahwa di
dalam ucapanmu terdapat tambahan kebaikan untukmu dan bermanfaat buat orang
lain.

10. Menjauhi segala sebab yang dapat menjadi penghalang hati ini dengan
Allah Subhanahu Wata'ala.

Di antara sebab-sebab yang sepuluh ini, maka insyaAllah sampailah para
pecinta kepada lokasi-lokasi cinta dan bertemu dengan sang kekasih. (Abu
Nabiel).

Sumber: Diterjemahkan dari kitab, “An-Nuqath al-’Asyru adz-Dzahabiyah”,
karya: Syaikh Abdur Rahman bin Ali ad-Dusary.

FATWA ISLAMI

SEPULUH SEBAB PENGHAPUS DOSA

Nash-nash al-Qur`an dan Sunnah telah menunjukkan bahwa hukuman dosa
(siksa) dapat dihapuskan dari seorang hamba dengan sepuluh sebab
berikut ini:

1. Taubat Nasuha.

Yaitu taubat yang sebenar-benarnya taubat, maka ia (taubat nasuha)
dapat meleburkan dosa sebelumnya. Dan Allah Subhanahu Wata'ala Maha
menerima taubat hamba-hambaNya yang mau bertaubat kepadaNya.

Dan orang yang bertaubat dari segala dosa bagaikan orang yang tidak
memiliki dosa. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Dan
Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
asy-Syura: 25).

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman, artinya, “Orang-orang yang
mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman;
sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-A’raf: 153).

2. Beristighfar.

Yaitu memohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Sesungguhnya
Allah akan mengampuni hamba-hambaNya yang meminta ampunan
(beristighfar) kepadaNya. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa`: 110).

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman, artinya, “Dan Tidaklah (pula)
Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS.
al-Anfal: 33).

Begitu juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang
apa yang beliau riwayatkan dari Rabbnya, artinya, “Wahai anak cucu
Adam (manusia) seandainya dosa-dosamu setinggi awan di langit, lalu
kamu meminta ampun kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosamu.”
(HR. at-Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman dalam hadits qudsi, artinya,
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan (dosa)
di waktu malam dan siang hari, sedangkan Aku lah yang dapat mengampuni
semua dosa, maka mohon ampunlah kalian kepadaKu niscaya Aku akan
mengampuni dosa kalian.” (HR. Muslim).

3. Kebaikan-kebaikan menghapuskan dosa-dosa.

Seperti shalat, shadaqah, puasa, haji, membaca al-Qur`an, berdzikir
kepada Allah, berdo’a, beristighfar, berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung silatur rahim, dan lain-lain. Allah Subhanahu Wata'ala
berfirman, artinya, “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi
siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat.” (QS. Huud: 114).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Shalat-shalat yang
lima waktu, jum’at ke jum’at, ramadhan ke ramadhan dapat meleburkan
dosa diantara keduanya apabila dosa-dosa besar dijauhkan.” (HR.
Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, “Dan ikutilah
perbuatan buruk/ kejahatan dengan perbuatan yang baik, niscaya dia
menghapuskannya.” (HR. at-Tirmidzi dan dia menghasankannya).

Sesungguhnya satu kebaikan dilipat gandakan balasannya sampai sepuluh
kali lipat, adapun keburukan akan dibalas yang serupa dengannya. Maka
celakalah bagi orang yang berguguran (kalah) satu persatu dari sepuluh
sebab tersebut.

4. Doa orang-orang yang beriman.

Maksudnya mereka memohon ampunan (kepada Allah, pen.) untuk orang yang
beriman (lainnya) baik ketika hidup maupun setelah mati dan khususnya
pada saat ketidak beradaannya (tanpa sepengetahuan orang yang
didoakan, pen.) dan begitu juga doanya atas saudara-saudaranya yang
telah meninggal dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak hadir (tanpa
sepengetahuannya, pen.) adalah mustajab, di samping kepalanya terdapat
malaikat, setiap dia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat
yang diutus berkata, ‘Amin, dan bagimu sepertinya (seperti orang yang
didoakan, pen.).” (HR. Muslim).

5. Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan/ diniatkan untuk si mayyit .

Seperti shadaqah; puasa; haji; membebaskan budak; dan yang lainnya.
Para ulama berpendapat, “Amal shalih apa pun (yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah) yang dia kerjakan dan dia peruntukkan pahalanya
untuk seorang muslim baik yang masih hidup ataupun yang telah
meninggal, maka hal itu bermanfaat baginya.” Dan yang lebih utama
adalah mencukupkan dalam hal tersebut pada apa yang dijelaskan/
ditetapkan oleh nash-nash (al-Qur`an dan Sunnah).

6. Syafa’at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan selainnya.

Maksudnya adalah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan selain
beliau akan memberikan syafa’at kepada orang-orang yang berbuat dosa
pada hari Kiamat dengan izin Allah Subhanahu Wata'ala sebagaimana hal
tersebut ditetapkan di dalam hadits-hadits shahih.

7. Musibah-musibah.

Dengannya lah Allah Subhanahu Wata'ala menghapuskan dosa-dosa atau
kesalahan-kesalahan (yang dilakukan oleh hamba-hambaNya, pent.) di
dunia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ash-Shahihain,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam;bersabda, “Tidaklah orang yang
beriman ditimpa penyakit yang terus menerus dan tidak pula rasa cemas,
rasa sedih, rasa susah dan rasa sakit, sampai-sampai duri yang menusuk
kecuali Allah menghapuskan dengannya dari dosa-dosa/
kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

8. Apa yang didapatkan oleh seorang hamba ketika di dalam kubur.

Yakni berupa fitnah, himpitan liang kubur, kengerian, maka ini semua
di antara yang dapat menghapuskan dosa-dosa.

9. Rasa takut, kesusahan serta kengerian terhadap kedahsyatan hari kiamat.

10. Rahmat Allah Subhanahu Wata'ala

Sesungguhnya karena rahmat Allah Subhanahu Wata'ala, semua hamba
mendapatkan maaf dan ampunanNya tanpa sebab, maka Dia lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang, sebagaimana Dia berfirman, artinya,
“Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu.” (QS.
an-Nisa`: 48 dan 116).

Dan Dia lah yang Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya melebihi
sayangnya seorang ibu kepada anak-anaknya dan sungguh rahmat Allah
Subhanahu Wata'ala meliputi segala sesuatu.(Abu Nabiel).

Sumber: Diterjemahkan dari kitab, “An-Nuqath al-’Asyru
adz-Dzahabiyah”, karya: Syaikh Abdur Rahman bin Ali
ad-Dausary.Diposting oleh : Abdurrahman Al-Maluky

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
---------------------------------------------------------------------
dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta

SEKEDAR INFO

Kami membuat kompilasi materi Ekonomi Islam, agar bisa diakses oleh siapa saja.
Silahkan klik http://sharianomics.wordpress.com/sharianomics-map/ dan
sebarluaskan informasi ini jika manfaat.

Materi baru beberapa persen dari total yang akan kami sampaikan. Boleh request
materi, via ahmadifham@yahoo.com cc ahmad.ifham@anabatic.co.id atau Twitter di
@ahmadifham atau FB di Ahmad Ifham Sholihin / ahmadifham@yahoo.com atau di YM:
ahmadifham

Jumat, 12 November 2010

TABARRUJ DAN IKHTILATH

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Aku tidak tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki
selain (fitnah) wanita.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي
صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ
أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

“Wanita itu dari depan nampak seperti bentuk setan dan dari belakang
nampak seperti bentuk setan. Kalau salah seorang di antara kalian
melihat wanita hendaklah mendatangi istrinya. Karena hal itu akan
meredakan apa yang di dalam dirinya.”

Pengertian Tabarruj dan Ikhtilath
Menurut bahasa, tabarruj adalah wanita yang memamerkan keindahan dan
perhiasannya kepada laki-laki (Ibnu Manzhur di Lisanul Arab).
Tabarrajatil mar’ah artinya wanita yang menampakkan kecantikannya,
lehernya, dan wajahnya. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah wanita
yang menampakkan perhiasannya, wajahnya, kecantikannya kepada
laki-laki dengan maksud untuk membangkitkan nafsu syahwatnya.

Menurut syariah, tabarruj adalah setiap perhiasan atau kecantikan yang
ditujukan wanita kepada mata-mata orang yang bukan muhrim. Termasuk
orang yang mengenakan cadar, di mana seorang wanita membungkus
wajahnya, apabila warna-warnanya mencolok dan ditujukan agar dinikmati
orang lain, ini termasuk tabarruj jahiliyah terdahulu. Seperti yang
disinyalir ayat,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33)

Allah melarang para wanita untuk tabarruj setelah memerintahkan mereka
menetap di rumah. Tetapi apabila ada keperluan yang mengharuskan
mereka keluar rumah, hendaknya tidak keluar sembari mempertontonkan
keindahan dan kecantikannya kepada laki-laki asing yang bukan
muhrimnya. Allah juga melarang mereka melakukan tabrruj seperti
tabarrujnya orang-orang jahiliyah terdahulu. Apa maksud tabarruj
jahiliyah terdahulu itu?

رَوَى اِبْنُ أَبِي نَجِيْحٍ عَن مُجَاهِد وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى قَالَ كَانَتِ الْمَرْأَةُ تَتَمَشَّى بَيْنَ
أَيْدِي الْقَوْمِ فَذَلِكَ تَبَرُّجُ الْجَاهِلِيَّةِ

Ibnu Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid, “Janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” Dia
(Mujahid) berkata, “Wanita dahulu berjalan-jalan di hadapan kaum
(laki-laki). Itulah tabarruj Jahiliyah.
Imam Abu Daud meriwayatkan,

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ
فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ
تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتْ
الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا
لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ

Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw
keluar rumah dari masjid. Tiba-tiba orang laki-laki dan wanita
berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu,
“Agar wanita di belakang saja, kalian tidak boleh berada di
tengah-tengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknya kalian di
pinggiran jalan.” Serta merta ada wanita yang merapat ke dinding
(rumah) sampai-sampai pakaiannya tersangkut ke dinding itu karena
terlalu nempel.” (Abu Daud).

Al-Qur’an memberikan arahan kepada wanita bagaimana seharusnya mereka
bersikap, bersuara dan bergaul dengan lawan jenisnya. Allah berfirman,

“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)Imam Abu Daud meriwayatkan,

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ
فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ
تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتْ
الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا
لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ

Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw
keluar rumah dari masjid. Tiba-tiba orang laki-laki dan wanita
berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu,
“Agar wanita di belakang saja, kalian tidak boleh berada di
tengah-tengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknya kalian di
pinggiran jalan.” Serta merta ada wanita yang merapat ke dinding
(rumah) sampai-sampai pakaiannya tersangkut ke dinding itu karena
terlalu nempel.” (Abu Daud).

Al-Qur’an memberikan arahan kepada wanita bagaimana seharusnya mereka
bersikap, bersuara dan bergaul dengan lawan jenisnya. Allah berfirman,

“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Imam Abu Daud meriwayatkan,

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ
فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ
تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتْ
الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا
لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ

Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw
keluar rumah dari masjid. Tiba-tiba orang laki-laki dan wanita
berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu,
“Agar wanita di belakang saja, kalian tidak boleh berada di
tengah-tengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknya kalian di
pinggiran jalan.” Serta merta ada wanita yang merapat ke dinding
(rumah) sampai-sampai pakaiannya tersangkut ke dinding itu karena
terlalu nempel.” (Abu Daud).

Al-Qur’an memberikan arahan kepada wanita bagaimana seharusnya mereka
bersikap, bersuara dan bergaul dengan lawan jenisnya. Allah berfirman,

“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)

Bahaya Tabarruj dan Ikhtilath
1. Tabarruj dan ikhtilath adalah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya

Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah akan merasakan akibatnya. Sama
sekali tidak akan membahayakan Allah. Rasulullah saw. bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى، فَقَالُوْا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ
الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau.” Mereka
(sahabat) bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang tidak mau?” Beliau
bersabda, “Barangsiapa taat kepadaku akan masuk surga dan barangsiapa
bermaksiat kepadaku ia orang yang tidak mau.” (H.R. Bukhari)

2. Tabarruj dan ikhtilath termasuk dosa besar

Karena kedua hal ini merupakan sarana paling kuat terhadap perbuatan
zina. Di riwayat yang shahih dari Ahmad diceritakan bahwa Umaimah
binti Raqiqah datang kepada Rasulullah saw. Untuk berbaiat kepada
beliau dalam membela Islam. Beliau bersabda,

أُبَايِعُكَ عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكِي بِاللهِ شَيْئًا، وَلاَ تُسْرِقِي،
وَلاَ تَزْنِي، وَلاَ تَقْتُلِي وَلَدَكِ وَلاَ تَأْتِي بِبُهْتَانٍ
تَفْتَرِيْنَهُ بَيْنَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكِ وَلاَ تَنُوْحِي وَلاَ
تَتَبَرَّجِي تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى

“Aku membaiatmu agar kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,
tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anakmu, tidak melakukan
kebohongan dari hadapanmu (karena perbuatan lisan dan kemaluan), tidak
meratapi (orang mati), dan tidak tabarruj dengan tabarruj jahiliyah
pertama.” (H.R. Bukhari)

3. Tabarruj dan Ikhtilath mendatangkan laknat

Di Mustadrak Al-Hakim dan di Musnad Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar
Rasulullah saw bersabda,

يَقُولُ سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي رِجَالٌ يَرْكَبُونَ عَلَى
السُّرُوجِ كَأَشْبَاهِ الرِّجَالِ يَنْزِلُونَ عَلَى أَبْوَابِ
الْمَسْجِدِ نِسَاؤُهُمْ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ عَلَى رُءُوسِهِمْ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْعِجَافِ الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ
مَلْعُونَاتٌ لَوْ كَانَتْ وَرَاءَكُمْ أُمَّةٌ مِنْ الْأُمَمِ
لَخَدَمْنَ نِسَاؤُكُمْ نِسَاءَهُمْ كَمَا يَخْدِمْنَكُمْ نِسَاءُ
الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ

“Akan datang di akhir umatku nanti laki-laki yang naik pelana (mewah)
layaknya laki-laki yang turun ke pintu-pintu masjid, wanita-wanita
mereka mengenakan pakaian namun telanjang, di kepala mereka seperti
punuk unta kurus. Kutuklah wanita-wanita itu karena sesungguhnya
mereka itu terkutuk. Jika setelah kalian ada kaum, tentu wanita-wanita
kalian akan melayani wanita-wanita mereka sebagaimana wanita-wanita
kaum terdahulu melayani kalian.”

4. Tabarruj temasuk sifat penghuni neraka

Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat sekarang ini.
Satu kaum yang bersama mereka cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang
dipakai untuk memukul orang. Wanita-wanita mereka berpakaian namun
telanjang, bergaya pundak mereka dan berpaling dari kebenaran. Kepala
mereka seperti punuk unta kurus, mereka tidak masuk surga dan tidak
mencium baunya. Padahal baunya tercium dari jarak perjalanan sekian
dan sekian.” (H.R. Muslim)

5. Tabarruj adalah Kemunafikan yang akan Mendatangkan Kegelapan di hari Kiamat

Al-Baihaqi meriwayatkan sabda Rasulullah saw. dengan sanad shahih,

خَيْرُ نِسَائِكُمْ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْمُوَاتِيَةُ
الْمُوَاسِيَةُ إِذَا اتَّقَيْنَ اللهَ وَشَرُّ نِسَائِكُمْ
اَلْمُتَبَرِّجَاتُ الْمُتَخَيِّلاَتُ وَهُنَّ الْمُنَافِقَاتُ لاَ
يَدْخُلُ الْجَنَّة َمِنْهُنَّ إِلاَّ مِثْلَ الْغُرَابِ الأَعْصَمِ

“Sebaik-baik wanita kalian adalah yang penyayang, yang banyak
melahirkan, yang cocok (dengan suaminya) jika mereka bertakwa kepada
Allah. Dan seburuk-buruk wanita adalah yang tabarruj dan sombong.
Mereka itulah orang-orang munafik. Tidak akan masuk surga salah
seorang di antara mereka kecuali seperti gagak putih.” (Baihaqi).

6. Tabarruj dan ikhtilath menodai kehormatan keluarga dan masyarakat

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تَسْأَلْ عَنْهُمْ رَجُلٌ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ وَعَصَى
إِمَامَهُ وَمَاتَ عَاصِيًا وَأَمَةٌ أَوْ عَبْدٌ أَبَقَ فَمَاتَ
وَامْرَأَةٌ غَابَ عَنْهَا زَوْجُهَا قَدْ كَفَاهَا مُؤْنَةَ الدُّنْيَا
فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْهُمْ

“Ada tiga orang yang, kamu jangan bertanya kepada mereka: seseorang
yang keluar dari jamaah dan durhaka kepada imamnya lalu mati dalam
keadaan bermaksiat, seorang budak perempuan dan laki-laki yang berlari
(dari tuannya) kemudian ia mati, dan seorang wanita ditinggal keluar
oleh suaminya dan telah dicukupi kebutuhan dunianya lalu ia
bertabarruj setelah itu. Maka jangan bertanya kepada mereka.” (H.R.
Ahmad)

7. Tabarruj adalah sunnah Iblis

Jika menutup aurat dan berhijab serta menjaga diri dan kehormatan
adalah sunnah Nabi saw. Maka tabarruj dan ikhtilath adalah sunnah
Iblis, di mana sasaran godaan pertama terhadap manusia adalah agar
auratnya terbuka. Allah mewanti-wanti hal ini kepada kita agar kita
tidak terfitnah oleh tipu daya Iblis. Allah berfirman,

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.
Sesungguhnya kami telah menjadikan syetan-syetan itu pemimpin-pemimpin
bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27).

8. Tabarruj dan Ikhtilath adalah Permulaan Zina

Setiap kali penyimpangan terjadi akan melahirkan penyimpangan lain
yang lebih besar. Ketika wanita tidak menutup auratnya dan tidak
menjaga kehormatannya dengan bercampur bersama laki-laki yang bukan
muhrimnya, terlebih dengan dandanan yang menyebar fitnah, rasa malu
sudah sirna dan ghirah laki-laki mulai tiada, maka hal-hal haram
menjadi mudah dilakukan bahkan dosa-dosa besar menjadi hal yang biasa
dan wajar. Termasuk di antaranya zina. Di tengah masyarakat kita
sekarang terjadi perbedaan persepsi tentang zina. Bahkan tidak ada
undang-undang yang menjadikan zina sebagai kejahatan kecuali ia
terkait dengan hak-hak asasi manusia.

9. Tabarruj dan Ikhtilath mengundang Siksaan Allah

Di hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda,

لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا
إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ
مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا

“Tidaklah nampak kebejatan di antara kaum Luth sampai mereka
terang-terangan (melakukannya) kecuali setelah itu tersebarlah
penyakit kolera dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada pendahulu
mereka.” (Ibnu Majah).

Secara umum, kemaksiatan kerap kali menjadi penyebab terjadinya
berbagai musibah. Seperti yang Allah sinyalir dalam Al-Qur’an,

“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami),
kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16)

Tentu saja yang akan terkena dampaknya tidak hanya pelaku kemaksiatan,
kaum mutabarrijat dan mereka tidak ada hijab dalam hubungan antar
lawan jenis. Semua orang yang ada di sebuah komunitas akan terkena
dampaknya. Maka kewajiban bagi semuanya adalah mencegah terjadinya
berbagai kemaksiatan dan kemungkaran sebisa mungkin. Para ulama dan
pemimpin menjadi penanggung jawab utama sebelum yang lain dalam
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

Abu Bakar As-Shidiq meriwayatkan bahwa ia mendengar sabda Rasulullah saw,

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوْهُ أَوْشَكَ
أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ

“Jika manusia melihat kemungkaran lalu tidak merubahnya, hampir Allah
meratakan siksanya kepada mereka semua.” (Diriwayatkan Empat Imam dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)

KALA ALI TELAT SHALAT SUBUH BERJAMAAH

Oleh: Mochamad Bugi

dakwatuna.com – Dini hari itu Ali bin ABi Thalib bergegas bangun untuk
mengerjakan shalat Subuh berjamaah di masjid bersama Rasulullah.
Rasulullah tentulah sudah berada di sana. Rasanya, hampir tidak pernah
Rasulullah keduluan orang lain dalam berbuat kebaikan. Tidak ada yang
istimewa karena memang itulah aktivitas yang sempurna untuk memulai
hari, dan bertahun-tahun lamanya Ali bin Abi Thalib sudah sangat
terbiasa.

Langit masih gelap, cuaca masihlah dingin, dan jalanan masih pula
diselimuti kabut pagi yang turun bersama embun. Ali melangkahkan
kakinya menuju masjid. Dari kejauhan, lamat-lamat sudah terdengar
suara Bilal memanggil-manggil dengan adzannya yang berkumandang merdu
ke segenap penjuru Kota Madinah.

Namun belumlah begitu banyak melangkah, di jalan menuju masjid, di
hadapannya ada sesosok orang. Ali mengenalinya sebagai seorang kakek
tua yang beragama Yahudi. Kakek tua itu melangkahkan kakinya teramat
pelan sekali. Itu mungkin karena usianya yang telah lanjut. Tampak
sekali ia sangat berhati-hati menyusuri jalan.

Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingin tertinggal
mengerjakan shalat tahyatul masjid dan qabliyah Subuh sebelum
melaksanakan shalat Subuh berjamaah bersama Rasulullah dan para
sahabat lainnya.

Ali paham benar bahwa Rasulullah mengajarkan supaya setiap umat muslim
menghormati orang tua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka, Ali pun
terpaksa berjalan di belakang kakek itu. Tapi apa daya, si kakek
berjalan amat lamban, dan karena itu pulalah langkah Ali jadi
melambat. Kakek itu lemah sekali, dan Ali tidak sampai hati untuk
mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalau kakek Yahudi itu terjatuh atau
kena celaka.

Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktu mendekati masjid,
langit sudah mulai terang. Kakek itu melanjutkan perjalanannya,
melewati masjid.

Ketika memasuki masjid, Ali menyangka shalat Subuh berjamaah sudah
usai. Ia bergegas. Ali terkejut sekaligus gembira, Rasulullah dan para
sahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua. Berarti Ali masih punya
kesempatan untuk memperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisa
menjalankan rukuk bersama, berarti ia masih mendapat satu rakaat
shalat berjamaah.

Sesudah Rasulullah mengakhiri shalatnya dengan salam, Umar bin Khattab
memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini
shalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?”

Rasulullah balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?”

“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engaku rukuk dalam rakaat
yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuk lama
sekali. Kenapa?”

Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku
sedang rukuk dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja
turun lalu menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal.
Dan itu berlangsung lama, seperti yang kau ketahui juga.”

Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?”

Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belum menceritakannya kepadaku.”

Dengan perkenaan Allah, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun
turun. Ia berkata kepada Nabi saw., “Muhammad, aku tadi diperintahkan
oleh Allah untuk menekan punggunmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja
agar Ali mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena
Allah sangat suka kepadanya bahwa ia telah menjalani ajaran agamaNya
secara bertanggung jawab. Ali menghormati seorang kakek tua Yahudi.
Dari pegnhormatannya itu sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali
karena kakek itupun berjalan pelan pula. Jika punggungmu tidak kutekan
tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk
mengerjakan shalat Subuh berjamaah denganmu hari ini.”

Mendengar penjelasan Jibril itu, mengertilah kini Rasulullah. Beliau
sangat menyukai perbuatan Ali karena apa yang dilakukannya itu
tentunya menunjukkan betapa tinggi penghormatan umat Islam kepada
orang lain. Satu hal lagi, Ali tidak pernah ingin bersengaja terlambat
atau meninggalkan amalan shalat berjamaah. Rasulullah menjelaskan
kabar itu kepada para sahabat.

MENATAP WAJAH ALLAH

Menatap Wajah Allah SWT

Oleh: Mochamad Bugi


dakwatuna.com – Kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, “Ini merupakan puncak
kerinduan pecinta surga dan bahan kompetisi mereka. Dan untuk hal ini
seharusnya orang-orang bekerja keras untuk mendapatkannya.”

Nabi Musa pernah meminta hal ini. Dijawab oleh Allah SWT seperti yang
tertera di ayat 143 surat Al-A’raf.

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali
tidak sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap
di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”.
Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa
sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

Ada tujuh pelajaran dari ayat di atas:

1. Tidak boleh menuduh kepada Nabi Musa bahwa ia meminta sesuatu
yang tidak diperkenankan oleh Allah swt.
2. Allah tidak memungkiri permintaan Nabi Musa.
3. Allah menjawab dengan kalimat, “Kamu tidak akan sanggup
melihat-Ku.” Bukan mengatakan, “Aku tidak bisa dilihat.”
4. Allah Mahakuasa untuk menjadikan gunung itu tetap kokoh di
tempatnya, dan ini bukan hal mustahil bagi Allah, itu merupakan hal
yang mungkin. Hanya saja dalam hal ini Allah juga mempersyaratkan
adanya proses ru’yah (melihat). Jadi, seandainya hal itu merupakan
sesuatu yang mustahil, sudah tentu Allah tidak akan mempersyaratkan
hal itu.
5. Kalimat “tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luruh” adalah bukti bahwa bolehnya
melihat Allah swt. Jika boleh bagi-Nya menampakkan diri kepada gunung,
bagaimana terhalang untuk menampakan diri kepada para nabi, rasul, dan
wali-Nya di kampung akhirat?
6. Di ayat itu Allah swt. memberitahu kepada Nabi Musa bahwa gunung
saja tidak mampu melihat-Nya di dunia, apalagi manusia yang lebih
lemah dari gunung.
7. Allah swt. telah berbicara dengan Nabi Musa. Nabi Musa juga
telah mendengar perkataan Allah swt. tanpa perantara. Maka,
melihat-Nya sudah pasti sangat bisa.

Dalil Bertemu Allah

1. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. (Al-Baqarah: 223)

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

2. Penghormatan kepada mereka (orang-orang beriman) pada hari mereka
menemui-Nya adalah salam. (Al-Ahzab: 44)

Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari
mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan dia menyediakan pahala yang mulia
bagi mereka.

3. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih. (Al-Kahfi: 110)

Katakanlah: Sesungguhnya aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku, “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.

4. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah. (Al-Baqarah: 249)

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata,
“Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang
siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, Maka dia
adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang
di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman
bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah
minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari Ini untuk melawan
Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit
dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.”

Para ahli bahasa sepakat bahwa jika liqa’ itu dinisbahkan kepada yang
hidup, yang selamat dari gangguan kebutaan dan penghalang lainnya.
Maka, hal itu menuntut adanya penglihatan dengan mata.

Bagaimana Dengan Ayat 103 Surat Al-An’am?

Laa tudriku hu al-absharu wa huwa yudriku al-abshara wa huwa
al-lathiifu al-khabiir.

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan itu.

Kata Ibnu Taimiyah, “Ayat ini lebih menunjukkan bahwa Allah bisa
dilihat daripada menunjukkan tidak bisa dilihat. Allah menyebutkannya
dalam konteks memberikan pujian. Sudah maklum bahwa pujian terhadap
diri-NYa adalah sifat-sifat yang pasti dan melekat. Jika tidak ada,
maka tidak sempurna, sehingga tidak layak dipuji.”

Ibnu Taimiyah menambahkan, “Hanya saja Allah itu dipuji dengan tidak
adanya sesuatu bila sesuatu itu mengandung hal yang ada wujudnya,
sebagaimana pujian terhadap diriNya dengan menafikan kantuk dan tidur
yang mencakup kesempurnaan terus-menerusnya Allah mengurus
makhluk-Nya; menafikan kematian yang berarti kesempurnaan hidup, serta
menafikan capek dan letih yang mengandung kesempurnaan kekuasaan.”

Ibnu Taimiyah lalu menegaskan, “Oleh karena itu, Allah tidak memuji
diri-Nya dengan ketiadaan yang mengandung sesuatu yang melekat. Sebab,
sesuatu yang ditiadakan (ma’dum) itu menyertai yang disifati berkenaan
dengan ketiadaan itu. Sesuatu Dzat Yang Sempurna tidak bisa disifati
dengan hal yang layak bagi-Nya maupun sesuatu yang tiada. Jika saja
yang dimaksud oleh firman Allah swt. laa tadrikuhu al-abshaaru adalah
bahwa Dia tidak bisa dilihat dalam kondisi apa pun, maka dalam hal ini
tidak ada pujian maupun kesempurnaan, karena yang tiada juga demikian.
Sesuatu yang tiada jelas tidak bisa dilihat dan tidak bisa ditangkap
dengan penglihatan, sedangkan Rabb jelas Mahatinggi untuk dipuji
dengan sesuatu yang juga terdapat pada sesuatu yang jelas tidak ada.
Dengan demikian, makna dari ayat di atas adalah bahwa Ia tetap bisa
dilihat namun tidak bisa ditangkap sepenuhnya dan tidak bisa
dimengerti hakikatnya.”

Maka, kata Ibnu Taimiyah, “Firman Allah laa tudrikuhu al-abshaaru
menunjukkan puncak dari keagungan Allah. dan bahwa Dia lebih Besar
dari segala sesuatu. Dan juga, karena keagunganNya, Dia tidak bisa
ditangkap atau dimengerti oleh pandangan. Kata idraak adalah lebih
dalam daripada ru’yah (melihat).”

Liqa’ullah Adalah Az-Ziyadah

Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang
yang berbuat baik, ada “pahala yang baik” (surga) dan “tambahannya”.
Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan.
Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (Yunus: 25-26)

Menurut Ibnu Qayyim, yang dimaksud dengan kata al-husna di ayat itu
adalah al-jannah (surga), sedangkan yang dimaksud dengan az-ziyadah
(tambahan) adalah memandang wajah Allah Yang Mulia. Ini adalah tafsir
Rasulullah saw. atas ayat itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim dalam Shahih-nya.

Rasulullah membaca ayat lilladzina ahsanu al-husna wa ziyadah, lalu
bersabda, “Jika ahli surga sudah masuk ke dalam surga, demikian juga
ahli neraka sudah masuk ke dalam neraka, maka ada seorang malaikat
yang menyeru: Wahai ahli surga, sesungguhnya kalian telah dijanjikan
di sisi Allah, maka sekarang Allah hendak menunaikan janji itu kepada
kalian. Mereka berkata: apakah janji itu? Bukankah Dia telah membuat
berat timbangan kebaikan kami dan telah membuat putih (cerah) wajah
kami, serta telah memasukkan kami ke dalam surga dan mengeluarkan kami
dari neraka? Akhirnya, tabir pun dibuka lalu mereka bisa melihat
kepada-Nya. Sungguh tidak ada sesuatu yang telah Dia berikan kepada
ahli surga yang lebih mereka cintai daripada melihat kepada-Nya.
Itulah yang dimaksud dengan ziyadah.”

Ali bin Abi Thalib dan Anas bin Malik berkata, “Yang dimaksud adalah
melihat Wajah Allah swt.” saat menafsirkan ayat lahum maa yasyaa-una
fiihaa wa ladainaa maziid, mereka di dalamnya memperoleh apa yang
mereka kehendaki; dan pada sisi kami ada tambahannya. (Qaf: 35).

Melihat Dengan Mata Kepala

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Mereka
melihat kepada RabbNya. (Al-Qiyamah: 22-23)

Ayat ini menegaskan dengan gamblang bahwa Allah akan dilihat dengan
mata kepala secara langsung pada hari kiamat nanti. Tentang hal ini
banyak hadits berderajat mutawatir.

Hadits Abu Hurairah dan Abu Sa’id dalam Shahihain menceritakan bahwa
para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita akan melihat Rabb
kita pada hari kiamat?” Rasulullah saw. menjawab, “Apakah kalian
mendapatkan kesulitan melihat bulan pada saat purnama?” Mereka
menjawab, “Tidak, ya Rasulullah.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian
mendapatkan kesulitan melihat matahari pada saat tidak ada awan?”
Mereka menjawab, “Tidak.” Beliau kemudian bersabda, “Seperti itu juga
kalian melihat Rabb kalian.”

Anas bin Malik berkata, “Manusia akan melihat Allah pada hari kiamat
nanti dengan mata kepala mereka.”

Orang Kafir Tidak Akan Melihat Allah

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya
mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka.
(Al-Muthaffifin: 14-15)

Dan salah satu bagian dari hukuman terbesar terhadap orang-orang kafir
adalah mereka terhalang untuk melihat Allah dan terhalang dari
mendengar perkataan-Nya.

Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i menjelaskan tentang ayat itu, “Ketika
mereka itu terhalang dari melihat Rabb mereka karena mereka dalah
orang-orang yang dibenci atau dimurkai Allah, maka ini menjadi bukti
bahwa wali Allah itu akan melihat Allah karena Allah meridhai mereka.”

Lalu Ar-Rabi’ bertanya, “Wahai Abu Abdillah, apakah benar engkau
mengatakan demikian?” Ia menjawab, “Ya, benar! Karena itu pulalah aku
menundukkan diri diri di hadapan Allah. Kalau saja Muhammad bin Idris
tidak meyakini bahwa ia akan melihat Allah tentu ia tidak mau
menghambakan diri kepada-Nya.”

NIKMAT MEMPERBANYAK SUJUD

Nikmatnya Memperbanyak Sujud

Oleh: M. Yusuf Shandy, Lc.

Bersujud di hadapan Allah SWT termasuk ibadah yang paling mulia sekaligus sebagai sarana paling baik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena, kata Rasulullah Saw, “Saat dimana seorang hamba paling dekat kepada Tuhannya, Allah Azza Wajalla, adalah ketika dia bersujud....” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)

Namun, tahukah Anda bahwa dengan banyak bersujud maka muatan-muatan listrik yang ada dalam tubuh kita akan kelaur karena diserap oleh bumi (tanah)?

Abdurrahman Al-Asymawi, seorang ulama terkemuka berkebangsaan Mesir dalam bukunya yang berjudul Basysyiru Wa La Tunffiru mengatakan, setiap hari tubuh menyerap cahaya dan tenaga listrik magnetis yang tak sedikit jumlahnya melalui perangkat-perangkat listrik yang kita gunakan. Sehingga dengan demikian tubuh ini menjadi alat untuk menyerap cahaya listrik magnetis dalam jumlah banyak. Artinya, tubuh mengangkut sejumlah tenaga listrik tanpa kita sadari.

Ketika kita mengalami influenza, badan terasa pegal, berat, sesak, malas dan lemah, hal ini menandakan bahwa tubuh sedang merasakan sesuatu dari muatan magnetis tersebut. Lalu bagaimana jalan keluarnya?

Melalui riset ilmiahnya, seorang peneliti Barat yang non-muslim mengemukakan bahwa metode paling jitu untuk “mensucikan” tubuh dari kandungan listrik positif (yang berbahaya bagi tubuh) adalah dengan mengarahkan ubun ke bumi(tanah) lebih dari sekali. Karena, tanah itu sifatnya negatif maka ia akan menarik muatan lsitrik yang positif, yang terdapat dalam tubuh. Hal yang sama juga terjadi pada aliran (kabel) listrik dari gedung-gedung yang dialirkan ke dalam tanah. Tujuannaya adalah untuk menarik muatan listrik yang ada pada petir ke arah tanah.

Lebih jaun dia menjelaskan metode paling tepat adalah menempelkan ubun-ubun ke tanah secara langsung seraya memfokuskan arah pandangan ke arah pusat bumi. Karena, dalam keadaan seperti itu, muatan lsitrik yang ada dalam tubuh akan terserap oleh bumi sacara lebih kuat dan dalam jumlah yang banyak. Dan yang lebih mengagumkan adalah seperti yang kita ketahui bersama bahwa secara ilmiah pusat bumi adalah Makkah Al-Mukarramah. Lebih tepatnya lagi adalah Ka’bah, sebagaimana yang terdapat dalam kajian-kajian geografis dan disepakati oleh mereka yang ahli di bidangnya.

Jika demikian, sujud kepada Allah SWT yang kita lakukan setiap kali melaksanakan shalat adalah merupakan sarana yang paling tepat untuk membuang muatan-muatan listrik berbahaya tersebut, sekaligus menjadi sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sang Maha Pancipta. “....maka, perbanyaklah oleh kalian bersujud,” perintah Rasulullah (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Manfaat lain dari banyak bersujud adalah ampunan dan derajat yang tinggi di Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah kamu memperbanyak sujud. Sesungguhnya jika kamu sujud satu kali saja karena Allah, maka Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan satu kesalahanmu.’”(HR. Muslim dari Tsauban Abu Abdullah)

Maka, dengan memperbanyak sujud, dua beban tubuh yang berbahaya, yaitu muatan listrik dan dosa, akan berkurang sehingga tubuh pun terasa ringan.

Dalam Shahih-nya, Muslim meriwayatakan bahwa Abu Firâs Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslamiy–khadim (pelayan) Rasulullah SAW dan termasuk ahlusshuffah-berkata, Suatu kali saya bermalam bersama Rasulullah SAW. Saya menyediakan air untuk beliau berwudhu dan untuk kepentingan beliau yang lain. Melihat hal tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Mintalah padaku sesuatu.” Saya menjawab, “Saya mohon agar dapat menemanimu di dalam surga.” Maka beliau bertanya, ‘Apakah ada permohonan lainnya?” Saya menjawab, “Hanya itu, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Bantulah aku untuk mewujudkan permintaanmu itu dengan banyak bersujud.”

Minggu, 07 November 2010

SEPULUH SEBAB PENGHAPUS DOSA

1. Taubat Nasuha.

Yaitu taubat yang sebenar-benarnya taubat, maka ia (taubat nasuha)
dapat meleburkan dosa sebelumnya. Dan Allah Subhanahu Wata'ala Maha
menerima taubat hamba-hambaNya yang mau bertaubat kepadaNya.

Dan orang yang bertaubat dari segala dosa bagaikan orang yang tidak
memiliki dosa. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Dan
Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
asy-Syura: 25).

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman, artinya, “Orang-orang yang
mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman;
sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-A’raf: 153).

2. Beristighfar.

Yaitu memohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Sesungguhnya
Allah akan mengampuni hamba-hambaNya yang meminta ampunan
(beristighfar) kepadaNya. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa`: 110).

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman, artinya, “Dan Tidaklah (pula)
Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS.
al-Anfal: 33).

Begitu juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang
apa yang beliau riwayatkan dari Rabbnya, artinya, “Wahai anak cucu
Adam (manusia) seandainya dosa-dosamu setinggi awan di langit, lalu
kamu meminta ampun kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosamu.”
(HR. at-Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”

Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman dalam hadits qudsi, artinya,
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan (dosa)
di waktu malam dan siang hari, sedangkan Aku lah yang dapat mengampuni
semua dosa, maka mohon ampunlah kalian kepadaKu niscaya Aku akan
mengampuni dosa kalian.” (HR. Muslim).

3. Kebaikan-kebaikan menghapuskan dosa-dosa.

Seperti shalat, shadaqah, puasa, haji, membaca al-Qur`an, berdzikir
kepada Allah, berdo’a, beristighfar, berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung silatur rahim, dan lain-lain. Allah Subhanahu Wata'ala
berfirman, artinya, “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi
siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat.” (QS. Huud: 114).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Shalat-shalat yang
lima waktu, jum’at ke jum’at, ramadhan ke ramadhan dapat meleburkan
dosa diantara keduanya apabila dosa-dosa besar dijauhkan.” (HR.
Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, “Dan ikutilah
perbuatan buruk/ kejahatan dengan perbuatan yang baik, niscaya dia
menghapuskannya.” (HR. at-Tirmidzi dan dia menghasankannya).

Sesungguhnya satu kebaikan dilipat gandakan balasannya sampai sepuluh
kali lipat, adapun keburukan akan dibalas yang serupa dengannya. Maka
celakalah bagi orang yang berguguran (kalah) satu persatu dari sepuluh
sebab tersebut.

4. Doa orang-orang yang beriman.

Maksudnya mereka memohon ampunan (kepada Allah, pen.) untuk orang yang
beriman (lainnya) baik ketika hidup maupun setelah mati dan khususnya
pada saat ketidak beradaannya (tanpa sepengetahuan orang yang
didoakan, pen.) dan begitu juga doanya atas saudara-saudaranya yang
telah meninggal dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak hadir (tanpa
sepengetahuannya, pen.) adalah mustajab, di samping kepalanya terdapat
malaikat, setiap dia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat
yang diutus berkata, ‘Amin, dan bagimu sepertinya (seperti orang yang
didoakan, pen.).” (HR. Muslim).

5. Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan/ diniatkan untuk si mayyit .
6. Syafa’at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan selainnya.
7. Musibah-musibah.

Dengannya lah Allah Subhanahu Wata'ala menghapuskan dosa-dosa atau
kesalahan-kesalahan (yang dilakukan oleh hamba-hambaNya, pent.) di
dunia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ash-Shahihain,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam;bersabda, “Tidaklah orang yang
beriman ditimpa penyakit yang terus menerus dan tidak pula rasa cemas,
rasa sedih, rasa susah dan rasa sakit, sampai-sampai duri yang menusuk
kecuali Allah menghapuskan dengannya dari dosa-dosa/
kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
8. Apa yang didapatkan oleh seorang hamba ketika di dalam kubur.
9. Rasa takut, kesusahan serta kengerian terhadap kedahsyatan hari kiamat.

10. Rahmat Allah Subhanahu Wata'ala

Sesungguhnya karena rahmat Allah Subhanahu Wata'ala, semua hamba
mendapatkan maaf dan ampunanNya tanpa sebab, maka Dia lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang, sebagaimana Dia berfirman, artinya,
“Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu.” (QS.
an-Nisa`: 48 dan 116).

TUJUH KELEBIHAN DARI SABAR

Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Negeri ini kembali berduka. Wasior diterjang banjir bandang. Mentawai disapu tsunami. Gunung Merapi memuntahkan kandungannya. Korban nyawa dan harta pun tak terhindarkan. Kita pun kembali menyadari betapa sangat lemah dan tak berdayanya diri ini di hadapan Sang Penguasa Kehidupan. Saudaraku, tidaklah suatu kejadian dialami manusia, kecuali semuanya sudah ditentukan Sang Maha Menakdirkan (QS al-Hadid [57]: 22). Sungguh, takdir Allah adalah takdir Allah. Kita tidak mungkin bisa menolaknya. Hanya kita memohon kepada-Nya, semoga diberi kekuatan dan kecerdasan dalam menyibak hikmah di balik bahasa takdir-Nya. Semoga kita termasuk golongan hamba-Nya yang bersabar dengan semua takdir-Nya. Bersabar dengan semua keadaan dan berbagai deret peristiwa mahapahit lainnya. Ketahuilah, inilah yang akan didapat oleh hamba-Nya yang mau bersabar.

Pertama, mendapatkan pahala surga dari Allah (baca: QS ar-Ra’d, [13]: 23 – 24). Anas bin Malik RA mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya’.” (HR Bukhari).

Kedua, sabar merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, “… dan kesabaran merupakan cahaya yang terang.” (HR Muslim).

Ketiga, kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik.. “… dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih).

Keempat, kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang Mukmin. “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (mengetahui) bahwa hal itu memang baik baginya. Jika tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (mengetahui) bahwa hal itu baik baginya.” (HR Muslim).

Kelima, sabar merupakan sifat para nabi.

Keenam, kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkannya dalam sebuah hadis, “Tidaklah seorang Muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, marabahaya, dan juga kesusahan hingga duri menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketujuh, kesabaran merupakan sebuah keniscayaan. Seseorang tak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa, hendaklah ia berdoa kepada-Nya agar memberikan yang terbaik baginya: apakah kehidupan atau kematian. “Janganlah salah seorang di antara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Sekiranya, ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya, Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Wafatkanlah aku sekiranya itu lebih baik bagiku’.” (HR Bukhari Muslim). Demikianlah keutamaan bagi orang-orang yang sabar. Wallahu a’lam.

Minggu, 18 Juli 2010

CARA MENGGAPAI CINTA ILLAHI

Sebuah hadits menguraikan sebagai berikut:
Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw.

Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata,

"Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam."
Lalu Rasulullah Saw menjawab, "Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu."

Kemudian dia bertanya lagi, "Kini beritahu aku tentang iman."
Rasulullah Saw menjawab, "Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya."

Orang itu lantas berkata, "Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan."
Rasulullah berkata, "Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda.

Dia bertanya lagi, "Beritahu aku tentang Assa'ah (azab kiamat)."
Rasulullah menjawab, "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Kemudian dia bertanya lagi, "Beritahu aku tentang tanda-tandanya." Rasulullah menjawab, "Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat." Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata.

Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, "Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?" Lalu aku (Umar) menjawab, "Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw lantas berkata, "Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian." (HR. Muslim)
Suatu kaum yang Allah mencintai mereka. Dan merekapun mencintaiNya.

Dari Abul Abbas — Sahl bin Sa'ad As-Sa'idy — radliyallahu `anhu, ia berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang jika aku beramal dengannya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia." Maka Rasulullah menjawab: "Zuhudlah kamu di dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia niscaya mereka akan mencintaimu." (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya).

Imam Ahmad berkata, "Zuhud ada tiga macam:

* Pertama, meninggalkan perkara haram, dan ini adalah zuhudnya orang awam.
* Kedua, meninggalkan perkara halal yang tidak berguna, dan ini adalah zuhudnya orang khas / khusus.
* Ketiga, meninggalkan perkara yang menyibukkan seorang hamba sehingga melupakan Allah atau tidak mengingat Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang arif."

Orang-orang arif adalah orang yang menyibukkan dirinya dengan Allah dan hanya melakukan perbuatan dengan selalu mengingat Allah sehingga mereka adalah muslim yang mencapai tingakatan Ihsan, seolah-olah melihatNya.

Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi'lib Al-Yamani,
"Apakah Anda pernah melihat Tuhan?"
Beliau menjawab, "Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?"
"Bagaimana Anda melihat-Nya?" tanyanya kembali. Imam Ali menjawab,
"Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat, (dzohir atau "mata kepala")
tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan ...". (dilihat oleh hati atau bashirah, "mata hati")

Kita harus yakin bahwa kita menyembah kepada Tuhan yang kita lihat (dengan mata hati) agar kita tidak tersesat atau salah menyembah.

Sebagaimana firman Allah yang artinya,

"Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)." (QS Al Isra 17 : 72)

"maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (al Hajj 22 : 46)

"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami)." (QS Ar ruum 30 : 53)

"Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?" (QS As Zukhruf 43:4

Jika Allah mencintai kita maka sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits qudsi, bahwa Allah SWT, berfirman:

"Apabila Aku (Allah) mencintai seorang hamba, maka pendengarannya adalah pendengaran untuk-Ku, penglihatannya adalah penglihatan-Ku, tangannya (kekuasaannya) adalah kekuasaan-Ku, perjalanan kakinya adalah perjalanan untuk-Ku"

KETIKA JAHANNAM BERTASBIH

Ketika Jahannam Bertasbih

يَوْمَ تُبَدَّلُ الأرْضُ غَيْرَ الأرْضِ
وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti
dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya
(di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa
lagi Maha Perkasa. (QS. Ibrahim [14]: 48-52)

Inilah salah
satu ayat yang menggambarkan tentang kedahsyatan hari kiamat sekaligus
menggambarkan kemahakuasaan Allah SWT. Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu katsir,
2/1596) menyebutkan bahwa beberapa saat setelah ayat ini diterima oleh
Rasulullah saw, Aisyah pun mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak
pernah didengarkan oleh Rasulullah saw sebelumnya.

Aisyah
bertanya,
“Wahai, Rasulullah, pada hari itu manusia berada dimana?” Mendengar
pertanyaan tersebut, Rasulullah SAW pun bersabda, “Engkau telah
mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan sebelumnya
oleh siapapun dari umatku.” Setelah itu, Rasulullah saw kemudian
melanjutkan jawabannya, “Pada hari itu seluruh manusia berada di atas
sebuah jembatan (Jisr) yang di bawahnya terdapat neraka Jahannam,” (HR.
Ahmad). Pada riwayat lain (Muslim, Tirmidzi dan Ibn Majah) Rasulullah
SAW menyebutkannya dengan kata “ash-Shirat” yang berarti jalan—yang
membentang di atas neraka Jahannam.

Pertanyaan itu ternyata juga
merupakan pertanyaan Rasulullah saw saat Jibril menyampaikan ayat
tersebut kepadanya. Imam Al-Qutrhubi (penulis Tafsir Al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an atau yang dikenal dengan Tafsir al-Qurthubi) dalam bukunya
yang berjudul At-Tadzkirah (2/149) menyebutkan, bahwa ketika Jibril
‘Alaihissalam turun ke hadapan Rasulullah SAW
dengan membawa firman Allah SWT “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi
diganti dengan bumi yang lain…dst”, beliau saw bertanya, “Wahai Jibril,
di mana manusia berada pada saat hari kiamat datang?”

Jibril
menjawab, “Muhammad, (pada hari itu) mereka berada di atas tanah yang
berwarna putih. Gunung beterbangan bagaikan kapas yang ditiup,
gunung-gunung meleleh karena takut terhadap neraka Jahannam. Muhammad,
pada hari kiamat, gelombang api berkobar sangat dahsyat, sedang di
atasnya terdapat 70.000 tali kendali, dan pada setiap tali kendali
terdapat 70.000 malaikat. Pada hari itu neraka jahannam berada dalam
kendali Allah SWT. Lalu Allah SWT berkata kepada neraka jahannam, “Wahai
Jahannam, bicaralah!”

Lalu, atas izin dan kehendak-Nya,
Jahannam pun berkata, “Laa ilaaha Illallaah (tiada Tuhan selain Allah)!
Atas keagungan-Mu, kemuliaan-Mu dan kekuasaan-Mu, pada hari ini, aku
akan belas dendam terhadap mereka yang memakan rezeki-Mu
tetapi mereka menyembah makhluk. Pada hari ini, aku tidak akan balas
dendam kepada siapapun kecuali yang Engkau kehendaki; aku tidak akan
mengizinkan siapapun menyeberang di atasku kecuali jika dia memiliki
kartu atau izin dari-Mu.”

Rasulullah SAW kemudian bertanya
(lagi), “Jibril, apa isi surat izinnya? Kartu seperti apakah pada hari
kiamat nanti?” Jibril menjawab, “Beritahukanlah kabar gembira ini, bahwa
sesungguhnya surat dan kartu izin untuk melewati neraka Jahannam adalah
kalimat Laa ilaaha illallaah. Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan—yang pantas disembah di langit dan di bumi—selain Allah, dialah
yang akan selamat ketika melewati jembatan neraka Jahannam.” Mendengar
penjelasan tersebut, Rasulullah saw pun bersabda sambil memuji,
الًحَمْدُ

لِله الَّذِيْ أًلْهَمَ أًمَّتِيْ قَوْلَ لَا إلهَ إلَّا الله
“Segala
puji bagi Allah yang telah mengilhami umatku
dengan ucapan la ilaha ilallah.”

Sekali waktu Nabi Musa
‘Alaihissalam memohon kepada Allah SWT, “Tuhanku, ajarkanlah padaku
sesuatu yang dengannya aku berdzikir dan berdo’a kepada-Mu.” Allah
berfirman, “Katakanlah, wahai Musa, laa ilaaha ilallaah!” Musa kemudian
berkata, “Tuhanku, seluruh hamba-Mu mengucapkan ini?!” Maka Allah SWT
berfirman, “Hai Musa, sekiranya ketujuh lapis langit beserta
isinya—selain Aku—dan ketujuh lapisan bumi berada di satu daun
timbangan, sedangkan Laa ilaaha illallaah di daun timbangan lainnya,
niscaya Laa ilaaha ilallaah masih lebih berat.” (HR. al-Hakim dan Ibnu
Hibban, shahih).

Itulah salah satu keutamaan Laa ilaaha
illallaah, ia menjadi surat izin atau tiket untuk dapat melintasi
jembatan yang membentang di atas kobaran api neraka Jahannam, menuju
surga Allah SWT yang penuh keselamatan dan kenikmatan.

Semoga
Allah SWT menjadikan kita semua
termasuk orang-orang yang selalu berdzikir dan ringan lisan dalam
mengucapkan Laa ilaaha ilallaah hingga akhir hayat, sehingga kita
terbebas dari panasnya api neraka. Amin, amin…Allahumma Amin.

Bambu

Apus, 15 Juli 2010 M.

M. Yusuf Shandy
----------------------------------
MAJLIS AL KAUNY
Jakarta

Selasa, 13 Juli 2010

PERBUATAN YG TIDAK MENIMBULKAN DOSA

229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

230. kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.


233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

234. orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

235. dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun

240. dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(AL-BAQARAH 240)

 23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS AN-NISA 23)

102. dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat)[344], Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu[345]], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu[346

58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu[1047]. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu[1048]. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS AN-NUR 58)

60. dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[1050] mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.

61. tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, Makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya[1051] atau dirumah kawan-kawanmu. tidak ada halangan bagi kamu Makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.

5. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[1199]. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS AL-AHZAB 5)

51 kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk 51menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, Maka tidak ada dosa bagimu. yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun[1226].

55. tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.(QS Al-Ahzab 55)